Tinggal di kota dengan cuaca yang selalu panas seperti wilayah Jabodetabek membuat banyak orang bergantung pada pendingin ruangan (AC) untuk memperoleh suhu yang sejuk dan nyaman. Hampir setiap waktu kita berada di ruangan ber-AC, mulai dari di rumah, di kendaraan, di kantor, mal, hingga restoran. Walau demikian, banyak juga orang yang khawatir ruangan ber-AC itu membuat tubuh rentan sakit. Kecemasan itu tidak sepenuhnya salah.
Menurut penelitian dalam International Journal of Epidemiology, penghuni di gedung yang selalu ber-AC ternyata lebih sering mengalami gejala sakit dibandingkan dengan mereka yang beraktivitas di gedung dengan ventilasi natural. “Ada banyak penelitian yang menemukan bahwa penghuni kantor yang ber-AC lebih sering mengalami gejala sick building syndrome (SBS),” kata ketua kelompok studi lingkungan dalam ruang, William Fisk. SBS merupakan istilah untuk kondisi yang disebabkan karena berada dalam gedung atau ruangan tertutup dengan kualitas udara buruk. “Gejala SBS yang dilaporkan antara lain iritasi mata, hidung, dan tenggorokan, serta gejala pada pernapasan seperti batuk,” kata Fisk.
Ia mengatakan, gejala itu biasanya disebabkan karena kelembaban di AC unit, yang membuat orang terpapar toksin, alergen, atau iritan. Kelembaban tersebut membuat sistemnya rentan oleh polutan yang sangat kecil. “Sistem AC memang rawan mengumpulkan mikroorganisme penyebab infeksi dan alergen, seperti tungau debu,” kata dokter paru Wassim Labaki. Walau begitu, dengan pemeliharaan yang baik, termasuk mengganti saringan secara berkala bisa mencegah sirkulasi udara yang tidak sehat. Efek psikologi Keberadaan AC memang sudah menjadi sesuatu yang wajib bagi mayoritas penduduk di negara dengan iklim panas. Dengan suhu udara yang relatif sejuk, seseorang ternyata bisa lebih produktif.
Suhu udara yang dianggap kondusif bagi pekerja kantoran adalah berkisar 21 derajat plus atau minus dua derajat. “ Pendingin ruangan bisa membantu menjaga suhu tersebut, walau teknologi lain juga bisa,” kata Fisk. Juga diungkapkan sebuah penelitian yang dilakukan tim dari Universitas Yale, yakni menyaring udara yang kotor dari luar. “Sistem AC biasanya dilengkapi dengan filter yang bisa menghilangkan partikel dari udara yang bersirkulasi. Dengan jendela tertutup dan AC, konsentrasi polutan udara dari luar, seperti partikel, ozon, dan alergen, sangat berkurang,” kata Fisk. Hal itu sangat bermanfaat bagi orang yang alergi dan penyakit pernapaan seperti sesak napas akibat gangguan paru, berada di dalam ruangan dengan AC dihidupkan dapat mengurangi paparan polutan dan polen. Jadi, jangan khawatir menggunakan pendingin ruangan asalkan dirawat dan dibersihkan secara rutin. Untuk menghemat energi, kita juga bisa mengupayakan dengan membuat atap rumah yang tidak menghantar panas, jendela yang memberi efek teduh, dan sirkulasi udara yang baik, sehingga AC tidak menyala non-stop.
Suhu udara yang dianggap kondusif bagi pekerja kantoran adalah berkisar 21 derajat plus atau minus dua derajat. “ Pendingin ruangan bisa membantu menjaga suhu tersebut, walau teknologi lain juga bisa,” kata Fisk.
Manfaat lain dari AC juga diungkapkan sebuah penelitian yang dilakukan tim dari Universitas Yale, yakni menyaring udara yang kotor dari luar. “Sistem AC biasanya dilengkapi dengan filter yang bisa menghilangkan partikel dari udara yang bersirkulasi. Dengan jendela tertutup dan AC, konsentrasi polutan udara dari luar, seperti partikel, ozon, dan alergen, sangat berkurang,” kata Fisk. Hal itu sangat bermanfaat bagi orang yang alergi dan penyakit pernapaan seperti sesak napas akibat gangguan paru, berada di dalam ruangan dengan AC dihidupkan dapat mengurangi paparan polutan dan polen. Jadi, jangan khawatir menggunakan pendingin ruangan asalkan dirawat dan dibersihkan secara rutin. Untuk menghemat energi, kita juga bisa mengupayakan dengan membuat atap rumah yang tidak menghantar panas, jendela yang memberi efek teduh, dan sirkulasi udara yang baik, sehingga AC tidak menyala non-stop.
sumber: kompas.com