Agar menghindari dehidrasi saat perjalanan, banyak orang memiliki stok air mineral kemasan di dalam mobil. Apalagi di Jakarta yang macetnya luar biasa. Air mineral di dalam mobil akan memudahkan mengusir rasa haus di perjalanan tanpa membuang waktu.
Namun, ternyata menaruh air kemasan dalam jangka waktu yang lama di mobil memiliki resiko beracun dan tidak baik bagi tubuh manusia. Melansir Today, beberapa peneliti yang mempelajari plastik merekomendasikan untuk tidak minum air dari botol plastik yang telah lama berada di tempat panas. Seperti di dalam mobil yang terpapar sinar matahari.
Hal ini dapat membuat bahan kimia dari plastik larut ke dalam air. Cheryl watson, seorang profesor di departemen biokimia dan biologi molekuler di University of Texas Medical Branch di Galveston, menyarankan untuk tidak menyimpan air botolan di tempat yang memiliki jumlah panas signifikan.
Terlalu lama disimpan di dalam mobil membuat molekul-molekul botol bergejolak lebih cepat dan lepas dari satu fase ke fase lain. "Jadi plastik melepaskan bahan kimia komponennya ke dalam air lebih cepat dan lebih banyak dengan panas yang ada," ujar watson.
Watson juga menambahkan, perubahan kualitas air seperti teh yang diberikan daun mint. "Panas mengekstraksi molekul mint dan itu terjadi lebih cepat di teh panas ketimbang dingin," Lanjut Watson.
Sebuah studi tahun 2014 menganalisis 16 merek air minum dalam kemasan yang dijual di Tiongkok. Air minum kemasan itu disimpan pada suhu 158 derajat Fahrenheit selama empat minggu dan menemukan peningkatan kadar antimon yang terdaftar sebagai zat beracun oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, dan bisphenol A (BPA). Bahan kimia dalam plastik tertentu dapat meniru estrogen.
Meski begitu, bukan berarti air kemasan tidak baik dikonsumsi. Hanya saja, sebaiknya segera habiskan air minum kemasan agar tidak terkontaminasi dengan bahan kimia pada botol plastik. "Air kemasan tidak bermasalah, kamu dapat meminumnya. Namun, tidak disarankan membiarkan dalam suhu panas untuk waktu yang lama," Ujar Lena Ma, Professor biogeokimia dari Trace Metal di University of Florida.
sumber, merahputih.com